Wednesday, April 16, 2014

'Helping Others Unconditionally'

     Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi, ketika aku dan kakak perempuanku, bergegas berangkat ke stasiun kereta dekat rumah kami. Hari ini hari sabtu, kami hendak ke Tanah Abang dengan menggunakan layanan transportasi Commuter Line. Aku memang sering memakai jasa layanan transportasi yang satu ini, apabila hendak belanja bahan kebutuhan kerajinanku, baik hanya ke Tanah Abang, atau pun Asemka, di Jakarta Kota.
Bagaimana tidak, hanya dengan uang kurang dari 5,000 rupiah, kita sudah bisa naik Commuter Line dengan fasilitas AC, sampai ke tempat tujuan dan terhindar dari kemacetan Ibukota. Apalagi untuk sampai ke pusat belanja Tanah Abang atau Asemka, kita hanya cukup  berjalan kaki dari stasiun terdekat.

     Kalau dilihat perbedaan layanan kereta api jaman kuliah dulu sekitar akhir 90an dengan sekarang, pasti layanan kereta api sekarang jauh lebih nyaman, dengan fasilitas AC dan harga tiket yang murah, serta jadwalnya yang semakin rapat, memungkinkan kita tidak terlampau lama menunggunya datang. Tapi namanya juga Indonesia, tetap ada-ada saja keterlambatan jadwal karena masalah teknis, dsb.

     Tapi ada perbedaan yang sangat jelas terlihat, setelah kita mulai masuk ke dalam dan mengamati gaya para penumpangnya. Klo dulu, kita naik kereta beramai-ramai dan membuat keberisikan dengan obrolan kita, penumpang sekarang lebih tenang, duduk atau berdiri dengan gadget di tangan, dan sebagian lengkap dengan earphone di telinga, sibuk dengan perangkat canggihnya masing-masing. Sisanya diisi oleh suara anak-anak dan orang-orang tua yang masih suka mengobrol. Well, ini hasil dari kemajuan jaman.

     Tapi bukan itu yang mengganggu benakku, aku melihat banyak anak muda usia kira-kira awal 20an  duduk asyik dengan gadgetnya, bahkan sebagian lain tertidur pulas. Sementara di sekeliling, banyak orang yang aku anggap lebih tua atau seorang ibu dengan anaknya berdiri dengan berpegangan bahkan ada yang bersandar  pada dinding kereta. Hiks sedih melihatnya, dimana kepedulian mereka. What's on their mind? Ini adalah perasaanku saat pertama kali menggunakan Commuter Line setelah perubahan masa. Sementara itu seiring waktu, aku lebih sering berdiri ketimbang duduk, dikarenakan lebih banyak penumpang lain yang memerlukannya.
Kemajuan jaman yang tanpa sadar membentuk kita menjadi manusia yang individualistik.

     Kasus Dinda yang heboh di jejaring sosial Path, tentang tidak bersedianya ia memberi tempat duduk kepada seorang wanita hamil seakan memberikan jawaban bagiku. Aku yang acap kali sering berpikir, dimana hati nurani mereka di saat melihat orang tua dengan muka letih dibiarkan berdiri begitu saja. Terlebih yang mereka duduki adalah Priority Seats alias bangku prioritas yang diperuntukkan khusus untuk orang tua, ibu hamil dan penderita cacat.

     Khusus untuk kasus Dinda, aku tidak mau terlalu gegabah memberi pendapat pribadi. Setelah membaca postingnya dan apabila benar ia menderita sakit di kakinya akibat pergeseran tulang, yang ia harus lakukan hanya bicara secara jujur dengan baik dan sopan bahwa ia tidak bisa memberikan tempat duduknya dikarenakan apa yang dideritanya dan meminta wanita hamil tersebut untuk memintanya ke orang lain, semudah itu. Tapi apabila sebab ia tidak memberikan tempat duduk dikarenakan ketidaksukaannya kepada wanita hamil yang menurutnya pemalas dengan datang lebih siang, ini yang menjadi masalah. Bagiku berbuat baik itu tanpa pamrih dan tanpa pilih-pilih. Maksudnya adalah apabila kita mau membantu orang lain, kita niatkan saja sebagai sedekah, tanpa timbang pilih dan tanpa mengharap apapun dan selalu  berpikir positif. Kita tidak pernah tau latar belakang si ibu hamil tadi datang agak siang, mungkin ia memiliki anak yang lain yang harus diurusnya terlebih dahulu, mungkin  rumahnya malah lebih jauh dari si Dinda sendiri, atau mungkin ia mengalami kesulitan di masa kehamilannya yang menyebabkan ia datang agak siang. Terlepas baik atau tidaknya sikap seseorang, tapi apabila memang patut dibantu, ya dibantu saja. Toh Gusti Allah mboten sare, toh Malaikat juga tahu apa niat kita membantu orang lain dan tidak akan salah catat. Berpikir positif tidak ada ruginya, apalagi berbuat positif, karena Anda tidak akan tahu apa yang akan terjadi pada Anda esok hari. Yang aku ketahui bahwa perbuatan baik kita pasti dibalas oleh Allah, baik berupa pahala, diperlakukan baik juga oleh orang lain dimana pun kita berada, didoakan Malaikat, dan ganjaran Surga yang menanti di Akhirat kelak, InsyaAllah. So, Anda pilih yang mana?

#LetsBlogging
#10HariNgeblog Day 3

14 comments:

Linda Trinovita said...

Aih mba' endah... Setuju setiap amal baik slalu dicatat oleh malaikat dan dibalas oleh Allah. Horray, Good job...

Unknown said...

Setujuhhh dong Mba Linda, hohohoho... now or later :)

Unknown said...

intinya yoookk berbuat baik dengan tulus tanpa memikirkan imbalan apa yang akan kita terima nanti... :-)

Unknown said...

Iya mba endah...jadi apa yang kita tanam itu yang kita tuai

Unknown said...

Keduanya memiliki alasan berbeda-beda dan aku yakin, keduanya pun berusaha mencari pembenaran. Semoga saja ini menjadi pembelajaran untuk kita semua ^_^

Unknown said...

yuk kita sama sama saling memahami..

Yulinda said...

Setujuuh... kita berbuat baik tanpa mengharapkan balas jasa dari orang lain, karena imbalan yang telah disiapkan oleh Allah jauh lebih indah di akhirat nanti...

Unknown said...

Yes bener Mba Pipit... ;-)

Unknown said...

Iya Mba Een, walaupun kita gk tau kapan nuainya, segala perbuatan baik pasti akan berbuah indah :)

Unknown said...

Iya Mba, disaat terjadi konflik antara 2 orang pasti, dua2nya cari pembenaran hihi... Iya Mba, Alhamdulillah dapat pembelajaran berharga dari kasus ini :)

Unknown said...

Iya Mba Devi klo hidup gk saling memahami, bubar jalan deh, konflik terus dimana-mana, hadeuhhhhh

Unknown said...

Iya Mba Yulinda, tabungan buat bekal nanti di Akhirat, Aamiin :)

Unknown said...

Tulisannya mengalir & "pas" banget. Sukses terus ya Mba Endah :)

Unknown said...

Makasih Mba Vidya :) #kiss